13 February 2018

SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA



A. Kondisi Sosial dan Politik Masyarakat Jawa Awal Abad ke-20
Periode akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan suatu babakan penting dalam sejarah Indonesia, karena pada periode tersebut mulai muncul manusia-manusia dengan kesadaran baru yang menginginkan suatu kehidupan yang pantas bagi bangsanya.
Keinginan yang masih samar-samar ini merupakan semboyan Soetomo di dalam pidatonya pada saat kelahiran BO pada tanggal 20 Mei 1908. Ia menyadari bahwa cita-cita itu tidak akan dapat terwujud jika hanya diperjuangkan oleh para pelajar saja. Oleh karena itu, dengan sadar ia mengajak kepada teman-temannya agar membicarakan gagasan itu di dalam lingkungan rumah tangga mereka, dengan para orang tua agar dapat menggugah perhatian mereka terhadap kemajuan bangsa.
Seiring dengan berjalannya waktu, keinginan itu menjadi semakin mengkristal, menjadi sebuah cita-cita luhur anak bangsa yang menginginkan kemerdekaan bangsanya dari belenggu penjajahan Belanda yang telah sekian lama menguasai bumi Indonesia.
Munculnya kesadaran ini antara lain dipicu oleh adanya diskriminasi-diskriminasi dan perbedaan antara priyayi dan rakyat yang semakin tajam, serta adanya penerapan politik etis, terutama bidang pendidikan. Politik ini dijalankan oleh Pemerintah Belanda kepada bangsa Indonesia sebagai upaya untuk membalas jasa atas perlakuan mereka yang telah memeras kekayaan bangsa Indonesia selama ini.
Gagasan politik Etis ini dilatarbelakangi oleh adanya artikel karya C. Th. van Deventer, seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Hindia selama tahun 1800-1897, yang berjudul “Een Eereschuld” (Suatu hutang kehormatan) di dalam de Gids, majalah berkala Belanda. Dinyatakannya bahwa Negeri Belanda berhutang kepada bangsa Indonesia terhadap semua kekayaan yang telah diperas negeri mereka. Hutang ini sebaiknya dibayar dengan jalan memberi prioritas utama kepada kepentingan rakyat Indonesia di dalam menerapkan kebijaksanaan. Politik Etis Jajahan ini dicanangkan pada pidato tahunan Kerajaan Belanda pada bulan September 1901 yang berisi “suatu kewajiban yang luhur dan tanggungjawab moral untuk rakyat di Hindia Belanda”. Pesan kerajaan ini dilanjutkan dengan menyatakan keprihatinan terhadap keadaan ekonomi yang buruk di Hindia Timur dan meminta agar dibentuk komisi untuk memeriksa keadaan ini.
Politik Etis yang dijalankan ini meliputi tiga upaya untuk menyejahterakan bangsa Indonesia, yaitu sistem irigasi, emigrasi atau transmigrasi, dan pendidikan. Sebenarnya tujuan kaum Liberal sebagai pencetus ide ini bagus, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Akan tetapi, pada pelaksanaannya semua kembali bermuara kepada kepentingan ekonomi di pihak Pemerintah Hindia Belanda. Maksudnya segala peningkatan kesejahteraan rakyat itu tetap dimanfaatkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan bukan bagi kemakmuran rakyat itu sendiri. Contoh pelaksanaan Politik Etis yang menguntungkan pihak Pemerintah Hindia Belanda adalah dibukanya perkebunan-perkebunan tebu di Jawa yang disertai dengan sistem irigasi yang bagus. Akan tetapi, mereka menggunakan tanah-tanah rakyat yang mereka sewa dengan harga yang rendah serta menggunakan tenaga rakyat yang mereka bayar rendah pula. Dengan demikian, adanya irigasi itu bukan untuk meningkatkan produksi para petani, tetapi justru dimanfaatkan sendiri untuk Pemerintah Hindia Belanda.
Selain itu dibukanya perkebunanperkebunan tembakau di Deli yang menggunakan tenaga kerja yang berasal dari Jawa dengan pertimbangan bahwa penduduk di Jawa sudah padat dan mereka lebih terampil bekerja dari pada penduduk setempat, mengakibatkan adanya transmigrasi dalam beberapa gelombang.

Tulisan Lengkapnya    DOWNLOAD DISINI